Surabaya (beritajatim.com) – Alter ego merupakan karakter atau identitas tambahan yang diciptakan seseorang, seringkali bertolak belakang dengan kepribadiannya yang sebenarnya. Penggunaan istilah ini telah dimulai sejak awal abad ke-19 oleh para psikolog untuk menjelaskan gangguan identitas disosiatif. Individu dengan alter ego sering dianggap memiliki kepribadian ganda, meskipun perbedaannya cukup signifikan. Beberapa orang menciptakan alter ego di media sosial untuk bisa berpendapat anonim tanpa takut diidentifikasi.
Alter ego adalah ekspresi dari diri seseorang yang muncul sebagai cara untuk mengekspresikan sisi-sisi diri yang tidak bisa atau tidak nyaman diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengembangan alter ego dapat membantu seseorang mengeksplorasi sisi-sisi diri yang berbeda atau untuk menghadapi tantangan dalam hidup dengan cara yang lebih kreatif atau produktif. Meskipun demikian, pengendalian diri dan kesadaran dalam menggunakan alter ego sangat penting untuk menghindari gangguan dalam kehidupan sehari-hari atau bahkan potensi membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Penting untuk membedakan antara alter ego dengan gangguan identitas disosiatif (DID) atau kepribadian ganda. DID melibatkan keberadaan lebih dari satu identitas dalam satu individu, yang sering kali dapat beralih secara drastis antara satu identitas dengan yang lain. Alter ego lebih merupakan ekspresi sadar dari karakter tambahan yang bisa diaktifkan atau dimatikan sesuai keinginan individu, muncul dalam konteks atau situasi tertentu saja.
Setiap orang memiliki potensi untuk memiliki alter ego, meskipun tidak semua orang menyadarinya. Penggunaan alter ego dengan bijak dan disertai dengan kesadaran penuh akan identitas asli serta konteks sosialnya bisa menjadi alat yang bermanfaat dalam kehidupan seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan alter ego tidak selalu berkaitan dengan gangguan mental, melainkan bisa menjadi bagian dari kekayaan ekspresi individu dalam menghadapi kompleksitas hidup. [ian]
Sumber: http://pilar.id
