Jakarta, CNBC Indonesia – Prancis tengah dalam sorotan atas dugaan diskriminasi gender yang dianggap rasial dengan keputusan melarang atlet untuk mengenakan jilbab selama Olimpiade Paris 2024. Meskipun Komite Olimpiade Internasional memberikan izin bagi atlet untuk mengenakan jilbab di perkampungan atlet tanpa batasan, Prancis menerapkan larangan ini hanya untuk atlet negara tuan rumah.
Ajang Olimpiade Paris 2024 yang mengusung tema “Olimpiade Kesetaraan Gender” disoroti oleh Amnesty International dan 10 kelompok lainnya. Mereka meminta Presiden International Olympic Committee (IOC), Thomas Bach, untuk mencabut kebijakan larangan tersebut melalui surat terbuka. Juru bicara Amnesty International, Anna Blus, menegaskan bahwa larangan ini tidak sejalan dengan tema kesetaraan gender yang diusung oleh Olimpiade Paris 2024.
Blus menunjukkan bahwa larangan atlet Prancis berkompetisi dengan hijab olahraga merupakan bentuk ejekan terhadap klaim kesetaraan gender yang diusung. Ia menekankan bahwa tidak ada pihak yang berhak membatasi pilihan berpakaian para perempuan, termasuk panitia Olimpiade. Amnesty International mendesak otoritas Prancis, federasi olahraga, dan IOC untuk membatalkan larangan tersebut demi menjunjung nilai-nilai kesetaraan dan mendukung kebebasan berbusana bagi para atlet.
Sebelumnya, Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera, telah mengumumkan larangan atlet Prancis untuk mengenakan hijab. Alasan di balik larangan ini adalah untuk menegakkan prinsip laicite, bentuk sekularisme ketat yang menolak simbol-simbol agama dalam acara olahraga. Meskipun mendapat penolakan dari sejumlah kelompok HAM internasional, IOC mendukung hak Prancis untuk menerapkan larangan ini dengan alasan bahwa kebebasan beragama dapat ditafsirkan secara berbeda oleh setiap negara.
Keputusan kontroversial ini juga disoroti oleh PBB yang menegaskan bahwa tidak boleh ada paksaan terhadap seorang perempuan terkait pilihan berbusananya. Beberapa atlet putri Prancis mengakui bahwa larangan tersebut telah menghambat peluang mereka untuk berpartisipasi dalam Olimpiade. Beberapa di antaranya bahkan memilih untuk berkompetisi dengan tim dari negara lain yang memperbolehkan penggunaan jilbab.
Sejarah kontroversi terkait jilbab di Prancis sudah dimulai sejak tahun 2004 dengan adanya larangan simbol-simbol agama di lingkungan sekolah umum dan lembaga publik. Sebagian besar masyarakat Prancis mendukung larangan ini, meskipun belum diperluas ke bidang olahraga. Federasi olahraga di Prancis telah menerapkan larangan serupa berdasarkan regulasi mereka sendiri.
Pada tahun 2023, pengadilan administratif tertinggi di Prancis mengukuhkan larangan bagi pesepakbola perempuan untuk mengenakan jilbab, meskipun FIFA telah mengizinkan hal ini sejak 2014. Federasi Bola Basket Prancis juga melarang penggunaan jilbab selama kompetisi, dan wilayah Paris bahkan mengancam akan memotong pendanaan klub yang melanggar aturan tersebut.