Setiap individu memiliki inner child, yaitu sisi anak kecil dalam diri kita. Inner child bisa terkait dengan trauma masa lalu yang perlu ditangani melalui berbagai terapi dan bantuan profesional.
Inner child merupakan konsep yang diperkenalkan oleh psikolog Swiss, Carl Jung. Menurut psikolog Samanta Elsener, seseorang mungkin masih memiliki sisi anak kecil dalam dirinya yang perlu diperhatikan. Inner child trauma adalah kondisi di mana seseorang mengalami trauma di masa kecil yang belum terselesaikan dan masih mempengaruhi kehidupannya saat dewasa.
Trauma inner child dapat berasal dari berbagai situasi, misalnya perundungan di sekolah. Trauma ini bisa menghambat kemampuan seseorang dalam berinteraksi sosial di kemudian hari. Identifikasi trauma bisa dilakukan dengan bantuan konseling dan terapi psikologis.
Selain itu, konsep inner child juga berkaitan dengan harapan-harapan yang belum terpenuhi di masa kecil. Proses reparenting, yaitu memberikan perlakuan dan perhatian kepada sisi anak kecil dalam diri kita, dapat membantu berdamai dengan inner child yang terluka.
Penting bagi pasangan yang akan menikah untuk mengenali inner child masing-masing agar dapat menghindari konflik di rumah tangga. Generasi Z, misalnya, cenderung memahami pentingnya konsultasi dengan psikolog sebelum menikah untuk memahami karakter dan potensi konflik yang mungkin timbul.
Apabila seseorang memiliki inner child yang tidak terluka, reparenting bisa dilakukan untuk bersatu dengan sisi anak kecil dalam diri. Konsultasi dengan psikolog dan melakukan self talk bisa menjadi langkah awal untuk berdamai dengan inner child yang belum selesai.
Samanta menyarankan agar tidak takut untuk melakukan check up kesehatan mental. Mengedukasi diri sendiri melalui literasi penting, namun mengenali bahwa self-diagnosa bisa berbahaya dan mengarah pada perilaku victim. Penting untuk mencari bantuan profesional dalam mengatasi inner child trauma dan menjalani perubahan hidup yang lebih baik.
