26.1 C
Jakarta
Saturday, October 5, 2024

Melestarikan Sadranan, Merayakan Hubungan Kekerabatan dan Budaya

Tradisi Nyadran atau Sadranan adalah kegiatan sosial spiritual yang telah eksis selama ratusan tahun di masyarakat Jawa. Kegiatan ini meliputi membersihkan makam leluhur, nyekar (tabur bunga), dan kenduri selamatan atau berdoa di makam leluhur.

Ritual Nyadran atau Sadranan biasanya dilaksanakan dua kali setahun, pada bulan Ruwah dan Sapar menurut penanggalan Jawa. Selain itu, Nyadran juga menjadi bagian dari tradisi menjelang bulan suci Ramadhan, yaitu bulan Syaban dalam kalender Hijriyah.

Pendiri Maxone Hotel Loji Kridanggo, Aloys Sutarto, menyatakan bahwa Nyadran dapat memperkuat hubungan silaturahmi antar keluarga dan warga. Dia juga menjelaskan bahwa masyarakat Tionghoa juga memiliki tradisi serupa yang disebut “Qing Ming” atau “Ceng Beng” yang biasanya dilakukan pada awal April.

Nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, silaturahmi, dan berbagi antar masyarakat sangat ditekankan dalam pelaksanaan tradisi Nyadran. Prosesi Nyadran dapat berbeda-beda di setiap tempat karena dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing.

Untuk memperkaya prosesi Nyadran, beberapa tempat kemudian mengembangkan dengan menambahkan unsur-unsur budaya, seperti Kirab Tadisi Nyadran atau kirab tenong.

Pada tahun ini, Maxone Hotel Loji Kridanggo menggelar prosesi Nyadran pada tanggal 27 Februari. Acara dimulai dengan Kirab Tenong yang membawa tumpeng, lauk pauk, ayam ingkung, minuman tradisional, dan makanan ringan tradisional. Selanjutnya dilakukan kegiatan Ujub dan doa bersama untuk roh leluhur yang telah meninggal.

Rangkaian acara Nyadran juga meliputi makan bersama atau Kembul Bujono dan Tasyukuran sebagai tanda syukur. Tradisi Nyadran memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memperkokoh hubungan sosial dan budaya serta mempererat silaturahmi di lingkungan mereka.

Source link

berita terkait

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Berita Terbaru