Jemaah haji Indonesia perlu waspada terhadap penularan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Middle East respiratory syndrome/MERS) yang disebabkan oleh Middle East respiratory syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Sindrom ini telah diidentifikasi terkait dengan infeksi manusia dari unta di beberapa negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan.
Gejala awal MERS termasuk demam, batuk, dan sesak napas, serta beberapa kasus mengalami diare, mual, atau muntah. Kasus yang parah dapat menyebabkan pneumonia dan gagal ginjal.
Direktur Surveilans Karantina Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M, menekankan pentingnya jemaah haji untuk segera melaporkan gejala tidak enak badan kepada Tenaga Kesehatan Haji Indonesia (TKHI). Jika diperlukan, jemaah akan dirujuk ke Pusat Kesehatan Haji di Makkah dan Madinah.
Penularan MERS-CoV terutama melalui kontak dengan hewan pembawa virus seperti unta. Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menggunakan masker, menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat, dan menghindari kontak dengan unta serta konsumsi produk unta mentah.
Koordinasi antara Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Arab Saudi dilakukan sejak pra-embarkasi jemaah haji. Fasilitas kesehatan di Tanah Suci telah dipersiapkan untuk menghadapi potensi kasus MERS-CoV.
Edukasi tentang MERS-CoV juga telah dilakukan sejak di Indonesia dan terus berlanjut di Tanah Suci. Setibanya jemaah haji kembali ke Indonesia, pemantauan kesehatan dilakukan oleh petugas karantina kesehatan. Jemaah yang menunjukkan gejala MERS-CoV akan diisolasi dan dirujuk ke rumah sakit.
Upaya pemantauan terus dilakukan selama dua kali masa inkubasi, sekitar 14 hari, oleh dinas kesehatan di daerah asal jemaah haji. Jika ada gejala, jemaah diminta untuk segera berkonsultasi dengan fasyankes terdekat.
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui hotline Halo Kemenkes 1500-567, SMS 081281562620, atau kontak@kemkes.go.id.