Home Gaya Hidup Cebok Pakai Uang Kertas, Orang Terkaya di Jakarta Ternyata Tak Disangka

Cebok Pakai Uang Kertas, Orang Terkaya di Jakarta Ternyata Tak Disangka

Oei Tambah Sia, Orang Kaya yang Pamer Harta dan Kelakukan Nyelenehnya

Oei Tambah Sia, seorang pria kaya yang seringkali membuat kesal dengan kelakuannya yang pamer harta. Dia bukan hanya memamerkan kekayaannya, tetapi juga gemar menghambur-hamburkan uang serta cebok pakai uang kertas.

Dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya, Oei mewarisi kekayaan dari orang tuanya yang merupakan pengusaha di Batavia. Namun, kekayaan itu membuatnya terlena dan menjadi arogan serta sombong.

Alwi Shahab dalam bukunya “Oey Tambahsia, Playboy Bet’awi” (2007) mengungkapkan salah satu sikap arogan Oei adalah ketika dia buang air besar di tepi sungai. Dia kerap membersihkan dirinya dengan menggunakan uang kertas, yang kemudian diambil oleh orang-orang miskin.

Selain itu, kearoganan Oei juga terlihat dari usahanya menggunakan kekayaannya untuk memiliki banyak wanita. Dia dikenal sebagai pria tampan dan modis, sehingga mudah baginya untuk merayu wanita. Achmad Sunjayadi dalam bukunya “[Bukan] Tabu di Nusantara” (2018) menceritakan bahwa Oei sering berganti-ganti wanita cantik, bahkan memiliki sebuah bungalow khusus di Ancol untuk bersantai dengan para wanita.

Oei seringkali mencari wanita dengan menunggang kuda sambil berkeliling kota. Jika tidak berhasil, dia meminta bantuan germo untuk mencarikan wanita atau bahkan terkadang mengambil paksa wanita dari rumahnya. Kelakuan Oei membuat orang-orang hanya bisa diam tanpa keberdayaan melawan kekayaan dan kekuasaannya.

Namun, dari segala kelakukan nyeleneh itu, akhirnya Oei tersandung pada satu peristiwa. Ketika dia mendekati seorang wanita pesinden bernama Mas Ajeng Gunjing di Pekalongan dan peristiwa tragis pun terjadi. Setelah Ajeng jatuh sakit dan dipindahkan ke rumahnya di Tangerang, pertemuan antara Ajeng dan saudara kandungnya membuat Oei cemburu dan memerintahkan pembunuhan Mas Sutejo.

Aksi kejam Oei terungkap dan dia akhirnya diadili dan dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung di depan Balai Kota pada tahun 1851. Hukuman ini disaksikan oleh warga Jakarta sebagai pelajaran bahwa tidak ada seorangpun yang diizinkan bertindak sewenang-wenang.

Dari kisah tragis Oei Tambah Sia, kita dapat belajar bahwa kekayaan dan kekuasaan tidak selalu membawa kebahagiaan, melainkan juga tanggung jawab dan konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan.

Source link

Exit mobile version