Malaysia tidak memiliki sejarah kecap manis dan hanya meniru Indonesia dalam pembuatan Kecap Nomor Satu di Dunia.
Kurang dari tiga tahun lalu, di Frankfurt Book Fair, Jerman, almarhum Bondan ‘Maknyus’ Winarno memperkenalkan bukunya, Kecap Manis: Indonesia’s National Condiment. Dalam buku tersebut, Bondan ‘memproklamasikan’ bahwa kecap manis adalah warisan kuliner asli Indonesia.
Buku karya Bondan tersebut dijual dengan harga Rp 990 ribu, namun sangat disukai oleh para pecinta kecap. Di dalam buku tersebut, Bondan mengulas secara mendalam mengenai kecap, terutama kecap manis. Lutfi Ubaidillah, seorang pengusaha asal Bandung yang merupakan penggemar berat kecap, bahkan memiliki kecap sachet yang dibawanya ke mana-mana dan selalu menyediakan kecap botol plastik di kantornya.
Bondan, seorang mantan wartawan kuliner, juga merupakan seorang kolektor kecap nusantara. Dia memiliki koleksi lebih dari seratus merek kecap, termasuk Kecap Blitar, kecap Zebra dari Bogor, Sawi dari Kediri, dan banyak lagi. Di Indonesia, terdapat ratusan perusahaan kecap yang tersebar di berbagai daerah.
Salah satu perusahaan kecap tua yang masih bertahan adalah Kecap Maja Menjangan di Majalengka, Jawa Barat. Meskipun sempat mengalami kesulitan, pemiliknya, Suhardi, tidak menyerah dan tetap mempertahankan usaha warisan tersebut.
Di Indonesia, kecap manis lebih populer daripada kecap asin. Meskipun tidak diketahui dengan pasti kapan kecap manis mulai diproduksi di Nusantara, beberapa pabrik kecap tua seperti Kecap Benteng Cap Istana dan Kecap Cap Orang Jual Sate sudah beroperasi sejak abad ke-19.
Menurut Bondan Winarno, di Malaysia ada beberapa perusahaan yang memproduksi ‘kicap lemak manis’, namun kecap tersebut dianggap kurang kental dan kurang hitam. Bondan menduga bahwa perusahaan-perusahaan Malaysia hanya meniru kecap manis dari Indonesia karena Malaysia tidak memiliki sejarah kecap manis.
Sumber: https://news.detik.com/x/detail/intermeso/20180614/Bung-Karno-dan-Kecap-Nomor-Satu-di-Dunia/
Reporter/Penulis: Pasti Liberti, Melisa Mailoa
Editor: Sapto Pradityo