33.5 C
Jakarta
Saturday, October 5, 2024

Bagaimana Dua Singa di India Terlibat dalam Kasus Penistaan Agama?

Pengadilan Tinggi Kalkuta, India telah meminta pemerintah negara bagian Benggala Barat untuk mengganti nama dua singa di kebun binatang dan cagar alam setempat. Permintaan ini muncul setelah organisasi nasionalis Hindu, Vishwa Hindu Parishad (VHP), menganggap nama singa-singa tersebut sebagai penistaan agama.

Kebun binatang Bengal Safari di Benggala Barat baru-baru ini memicu kemarahan VHP karena menyatukan dua singa “beda agama” dalam satu kandang, yakni singa betina bernama Sita, diambil dari nama Dewa Hindu, dan singa jantan bernama Akbar. VHP berpendapat bahwa singa Akbar memiliki nama yang sama dengan kaisar Mughal pada abad ke-16 yang memang tidak disukai oleh kaum nasionalis Hindu.

Pejabat VHP, Anup Mondal, menyatakan, “Sita tidak bisa tinggal bersama Kaisar Mughal Akbar.” Selain itu, anggota VHP menilai pemberian nama Sita kepada singa betina sebagai bentuk penistaan agama, yang kemudian diungkapkan melalui petisi yang mengajukan penggantian nama singa di Bengal Safari.

Hakim Pengadilan Tinggi Kalkuta, Saugata Bhattacharyya, juga mempertanyakan alasan pemberian nama kedua singa tersebut. Bhattacharyya berpendapat bahwa hewan tidak seharusnya diberi nama yang berasal dari nama dewa, pahlawan mitologi, tokoh berpengaruh, atau pejuang kemerdekaan. Ia menegaskan bahwa pemberian nama Sita dan Akbar kepada hewan merupakan masalah serius di negara Asia Selatan.

Setelah petisi diajukan, kedua singa tersebut dipindahkan ke kandang terpisah untuk memastikan bahwa singa “Muslim” dan singa betina “Hindu” tidak bertemu. Singa-singa tersebut sebelumnya tiba di Benggala Barat melalui program pertukaran dengan Taman Zoologi Sepahijala di Tripura yang diperintah oleh Partai Bharatiya Janata (BJP). Selain itu, otoritas Benggala Barat membantah tuduhan VHP dan sedang mempertimbangkan pergantian nama untuk kedua singa tersebut.

Kasus Sita dan Akbar telah menarik perhatian Profesor studi budaya di MF Norwegian School of Theology, Religion, and Society, Moumita Sen, yang menyebutnya sebagai “politik konyol” dan “mengkhawatirkan”. Sen mengomentari bahwa kasus ini dapat menjadi preseden berbahaya di India dan mengancam kedamaian di negara tersebut.

Kasus ini memberikan peringatan kepada masyarakat India tentang pentingnya menjaga toleransi dan menghindari konflik agama yang dapat membahayakan perdamaian dan kesatuan bangsa.

Source link

berita terkait

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Berita Terbaru