Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa harga obat di Indonesia lebih mahal tiga hingga lima kali lipat dari Malaysia. Menurut Menkes BGS, hal ini disebabkan oleh inefisiensi dalam perdagangan dan jual beli obat serta alat kesehatan, bukan karena pajak.
Budi mencontohkan bahwa mesin USG impor mendapatkan bea masuk 0%, namun untuk komponennya seperti layar USG dan bahan baku lain, dikenakan bea masuk 15%. Hal ini menjadi hambatan bagi pertumbuhan industri farmasi di dalam negeri.
Presiden Joko Widodo telah memerintahkan untuk memperbaiki tata kelola dan pembelian obat serta alat kesehatan agar lebih transparan demi mengurangi biaya yang tidak perlu dikeluarkan. Budi menyebut bahwa diperlukan koordinasi teknis lintas kementerian seperti Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan untuk mendesain ekosistem industri yang lebih efisien.
Masalah harga obat dan alat kesehatan yang mahal di Indonesia menjadi fokus perhatian, dan langkah-langkah perbaikan sedang dikembangkan untuk mencari kombinasi biaya yang semurah mungkin.
