Sejumlah pekerja asal Indonesia yang telah membayar ribuan poundsterling untuk bekerja sebagai pemetik buah di Inggris dipecat setelah baru bekerja beberapa pekan. Alasannya, mereka dinilai tak mampu memetik buah dengan cepat. Ada dugaan eksploitasi di balik insiden ini.
Melansir dari The Guardian, sebuah perkebunan di Hereford yang memasok buah-buahan ke supermarket Inggris, Haygrove memecat pekerja asal Indonesia setelah baru bekerja selama lima hingga enam minggu di perusahaan. Sebelumnya, Haygrove telah memberikan surat peringatan terkait target memetik sebelum pemecatan.
Para pekerja yang dipecat mengaku bahwa mereka ditargetkan untuk mampu memetik 20 kg ceri dalam kurun waktu satu jam di perkebunan Ledbury, bahkan saat jumlah buah di perkebunan semakin menipis. Mereka mengaku kesulitan untuk memenuhi target yang ditetapkan Hereford.
Direktur Pelaksana Pertanian Haygrove, Beverly Dixon mengatakan bahwa sebelum memecat, pihaknya telah mendukung kelima pekerja tersebut untuk berusaha meningkatkan kualitas kinerja. Namun, perusahaan justru tetap harus membayar upah atas “kinerja yang buruk”.
Terkait jumlah buah yang harus dipetik, Dixon mengaku bahwa target tersebut mengacu pada standar yang berhasil dicapai oleh mayoritas pemetik buah di kebun perusahaannya.
Kelima pekerja tersebut baru tiba di Inggris pada Mei 2024 lalu dan dipecat dari Haygrove pada 24 Juni 2024. Seluruh pegawai tersebut dipecat setelah memperoleh 2.555 hingga 3.874 poundsterling atau sekitar Rp53,5 juta hingga Rp81,1 juta.
Tepat sehari setelah dipecat, perusahaan mengklaim telah memesankan para pekerja tiket penerbangan pulang ke negara masing-masing. Namun, dua dari lima orang dilaporkan menolak untuk dipulangkan dan melarikan diri ke London.
Pekerja asal Indonesia yang dipecat mengaku kesal atas keputusan perusahaan. Sebab, sebelumnya ia telah rela menjual tanah serta sepeda motor milik keluarga untuk membayar dua ribu poundsterling lebih atau sekitar Rp41,8 juta demi bisa bekerja di Inggris.
Seakan sudah jatuh tertimpa tangga pula, warga Indonesia itu mengaku bahwa usai dipecat, ia masih memiliki utang lebih dari 1.100 poundsterling atau sekitar Rp23 juta dari pinjaman bank, teman, dan keluarga. Padahal, uang dari utang tersebut digunakan untuk mengadu nasib di Inggris.
Dugaan eksploitasi tenaga kerja sedang diselidiki oleh pengawas. Para pekerja asal Indonesia itu dikenakan biaya ilegal hingga 1.100 pounds oleh sebuah perusahaan di Indonesia yang menjanjikan bisa memboyong mereka untuk berangkat ke Inggris lebih cepat.
Pada Juni 2024 lalu, Investigasi Otoritas Gangmaster dan Penyalahgunaan Tenaga Kerja (GLAA) telah dibuka untuk menyoroti tuduhan atas pemungutan biaya ilegal di Indonesia.
Berkaitan dengan investigasi, Dixon menyebut bahwa Haygrove turut prihatin atas dugaan permasalahan keuangan yang dihadapi oleh para pekerja Indonesia, khususnya jika melibatkan perekrut ilegal di Indonesia. Dixon menyebut pihaknya mendukung investigasi GLAA.
Sejak itu, Indonesia dianggap sebagai negara yang berisiko untuk direkrut. Namun, jalur tersebut kembali dibuka pada tahun ini oleh perekrut Inggris yang baru, Agri-HR. Perekrutan itu hasil kerja sama dengan agen Indonesia, PT Mardel Anugerah yang mendapat lisensi untuk merekrut ke Inggris dan didukung oleh kedutaan besar Indonesia.
Namun, pekerja menuduh pihak ketiga di Indonesia, Forkom bahwa mereka merekrut dan memungut biaya kepada calon pekerja dengan iming-iming dapat mempercepat keberangkatan ke Inggris. Agri-HR telah menghubungi GLAA untuk menginvestigasi klaim tersebut.
Sumber : CNBC Indonesia