Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk Aedes aegypti, yang merupakan penyebab demam berdarah. Menurut Maxi, karakteristik nyamuk Aedes aegypti tetap sama di daerah yang telah disebarkan maupun yang belum, dan tanda dan gejala pada orang yang terkena gigitan nyamuk Aedes aegypti juga sama.
Penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah dilakukan di 5 kota, yaitu Semarang, Kupang, Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat. Saat ini, penyebaran ini belum mencakup seluruh wilayah di kota-kota tersebut. Hasil monitoring menunjukkan bahwa setelah pelepasan nyamuk ber-wolbachia, konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia di alam masih berada di bawah jumlah ideal, yakni sekitar 20 persen.
Penelitian terkait teknologi wolbachia telah dilakukan selama 12 tahun di Yogyakarta, melalui empat tahapan penelitian yang melibatkan analisis risiko yang melibatkan berbagai kepakaran. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pelepasan nyamuk ber-wolbachia memiliki risiko yang sangat rendah.
Meskipun penyebaran nyamuk ber-wolbachia telah dilakukan, masyarakat tetap diimbau untuk melengkapi upaya pencegahan dengan menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang-barang yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email [email protected].