Sunan Ampel, Sosok Berpengaruh dalam Islamisasi Nusantara
Sunan Ampel merupakan salah satu sosok berpengaruh dalam Islamisasi Nusantara, terutama di Kota Surabaya. Ia mendapatkan tanah perdikan dari Brawijaya V, suami dari bibi Sunan Ampel.
Sunan Ampel dikenal sebagai sosok yang tidak suka dengan kekerasan. Strategi dakwahnya didasarkan pada pendekatan dialogis dengan sikap terbuka terhadap budaya lokal. Ia tidak menggunakan kekerasan dan tidak memaksa dalam menyebarkan ajaran Islam.
Perbaikan etika sering kali menjadi fokus dari ajaran Sunan Ampel. Dalam proses dakwahnya, ia mendirikan bangunan di beberapa tempat yang ia singgahi.
Ketika perjalanan dari Majapahit menuju Ampeldenta, Sunan Ampel singgah di kawasan Kembang Kuning. Di situlah ia mendirikan Masjid Rahmat Kembang Kuning. Awalnya, bangunan ini berbentuk seperti gubuk dengan atap terbuat dari bambu dan jerami.
Bangunan ini sempat terbengkalai dan tertutup oleh hutan belantara setelah Wiroseroyo, tokoh yang berjuluk Ki Mbang Kuning meninggal. Namun, setelah puluhan tahun, warga sekitar menemukan masjid tersebut dan memberinya nama Masjid Tiban.
Sesampainya di Ampeldenta, tanah perdikan yang diperoleh dari Kerajaan Majapahit, Sunan Ampel mendirikan Masjid Sunan Ampel. Masjid ini menjadi salah satu bangunan ikonik dengan konstruksi yang mengesankan.
Masjid Sunan Ampel memiliki 16 tiang saka sebagai penyangga utama, tinggi 17 meter, dan terbuat dari kayu jati. Selain itu, masjid ini memiliki 48 pintu dan sebuah sumur di dalamnya.
Di wilayah Peneleh, terdapat Masjid Jami’ Peneleh yang diduga dibangun oleh Sunan Ampel pada tahun 1430 Masehi. Bangunan masjid ini berbentuk seperti kapal terbalik dan memiliki aksen kayu berwarna coklat.
Selain meninggalkan bangunan-bangunan, Sunan Ampel juga menyebarkan filosofi “Molimo” atau “Moh Limo” yang berarti “Menolak Lima Keburukan”. Filsafat ini menjadi sarana perbaikan moral dan etika para elite pejabat Kerajaan Majapahit.
Filsafat “Molimo” terdiri dari lima pantangan, yaitu tidak berjudi, tidak mabuk, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotika, dan tidak berzina. Sunan Ampel mengajarkan falsafah ini sebagai upaya melawan keburukan dengan cara yang positif.
Dengan segala kontribusinya, Sunan Ampel tetap dikenang sebagai salah satu pilar dalam Islamisasi Nusantara dan perbaikan moral di masyarakat Jawa.