Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) digunakan sebagai alat bantu untuk menghitung hasil suara dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Sistem ini memungkinkan hasil suara dari lembar C ukuran plano untuk diunggah ke dalam sistem milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Meskipun Sirekap bukan merupakan alat yang baru dan telah digunakan sejak Pilkada 2020, namun penggunaannya semakin dimutakhirkan pada Pemilu 2024. Namun, banyak masyarakat mengeluhkan adanya perbedaan data jumlah suara C hasil plano yang diunggah ke dalam Sirekap.
Data dalam Sirekap dinilai tidak sinkron dan seringkali jumlahnya jauh lebih besar dari total pemilih di sebuah Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang seharusnya hanya berada di angka kurang lebih di bawah 300 orang.
Menanggapi hal ini, Ketua KPU Republik Indonesia, Hasyim Asy’ari justru bersyukur dengan laporan dan keluhan masyarakat tersebut. Dia merasa terbantu karena adanya banyak mata yang mengoreksi data yang ada dalam Sirekap, sehingga Pemilu dapat berjalan dengan sangat transparan.
Hasyim menyatakan bahwa jika terdapat data yang keliru saat proses sinkronisasi, KPU akan membuka diri untuk melakukan koreksi melalui rekapitulasi di tingkat kecamatan. Hasil rekapitulasi tersebut akan diunggah ke dalam Sirekap sehingga siapapun dapat memeriksanya.