Tagar #SaveRajaAmpat belakangan ini menjadi viral di media sosial, memunculkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kawasan ini dikenal sebagai pusat biodiversitas laut yang menarik perhatian dunia. Proyek pertambangan nikel di beberapa pulau di Raja Ampat, seperti Gag, Kawe, dan Manuran, menjadi sorotan karena dampak negatifnya. Meski beberapa izin telah dicabut, laporan dari Auriga Nusantara dan media internasional menunjukkan bahwa ekspansi tambang masih terus berlangsung.
Aktivitas tambang nikel ini memiliki dampak serius seperti deforestasi, sedimentasi laut, dan kerusakan terumbu karang. Hal ini tidak hanya mengancam spesies laut langka, tetapi juga berpotensi merusak sektor pariwisata bahari, yang menjadi sumber ekonomi masyarakat setempat. Netizen mulai menunjukkan kepedulian mereka dengan menggunakan tagar #SaveRajaAmpat di media sosial, mengekspresikan penolakan terhadap eksploitasi alam di kawasan yang seharusnya dilindungi.
Gerakan melawan eksploitasi alam ini semakin mendapat dukungan, terutama dari Greenpeace Indonesia dan organisasi lingkungan lainnya. Aksi damai di Jakarta menyuarakan tuntutan untuk menghentikan seluruh kegiatan tambang nikel di Raja Ampat. Meskipun ada respons dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk meninjau kembali izin-izin tambang, para pegiat lingkungan memandang bahwa langkah tersebut belum cukup. Keterlibatan aktif masyarakat, terutama generasi muda, dianggap kunci dalam menjaga keberlanjutan lingkungan Raja Ampat untuk masa depan yang lebih baik.