Sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) akan segera diterapkan sebagai pengganti sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan. Hal ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat, terutama peserta BPJS Kesehatan kelas 1 yang merasa dirugikan karena pembayaran iuran yang lebih tinggi namun pelayanannya akan disetarakan.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan implementasi KRIS dengan menerbitkan Peraturan Presiden No 59/2024, yang ditandatangani pada 8 Mei 2024. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat menentukan perbedaan antara KRIS dan kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan, termasuk besaran iuran dan skema iuran yang akan diberlakukan.
Ghufron juga mengindikasikan kemungkinan kenaikan iuran untuk peserta BPJS Kesehatan, namun hal ini masih dalam perencanaan evaluasi. Pemerintah akan menetapkan tarif dan manfaat KRIS sesuai hasil evaluasi hingga 1 Juli 2025.
Sistem KRIS mewajibkan rumah sakit menyediakan satu kamar rawat inap dengan maksimal empat tempat tidur, jarak 1,5 meter antar tempat tidur, tabung oksigen, dan bel untuk pemanggilan tenaga kesehatan. Evaluasi terkait implementasi Perpres No 59/2024 akan terus dilakukan hingga 30 Juni 2025.
Pasal 46 A Ayat 1 dalam Perpres tersebut mengatur 12 syarat mengenai fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS, antara lain ventilasi udara yang memenuhi pertukaran minimal 6 kali per jam, pencahayaan sesuai standar, kelengkapan tempat tidur, suhu ruangan, pembagian ruangan berdasarkan jenis kelamin dan usia, serta kamar mandi dalam ruang rawat inap.
Terkait hal ini, terdapat potensi kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan namun hal ini masih dalam tahap evaluasi. Evaluasi terus dilakukan hingga penetapan tarif dan manfaat KRIS sesuai hasil evaluasi dan implementasi Perpres No 59/2024.
