Kemandirian Antarka Menjadi Fokus Utama Bagi Indonesia
Dalam situasi penuh persaingan geopolitik di antariksa, Indonesia dihadapkan pada tuntutan untuk segera merumuskan strategi nasional yang tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan jangka panjang bangsa. Hal ini menjadi topik utama dalam diskusi publik “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Rivalitas Global” yang diselenggarakan oleh Center for International Relations Studies (CIReS) FISIP UI. Diskusi tersebut dihadiri oleh berbagai pakar lintas sektor.
Diskusi diprakarsai oleh berbagai tokoh nasional, termasuk dari parlemen, kementerian/lembaga, militer, akademisi, dan media. Mereka membahas pentingnya mengatasi tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengelola program antariksa, terbatasnya pendanaan, serta perlu untuk menyusun kebijakan yang solid pasca integrasi LAPAN ke dalam BRIN.
Prof. Thomas Djamaluddin dari BRIN yang menjadi pembicara utama menegaskan bahwa kemandirian antariksa adalah syarat penting bagi kedaulatan dan daya saing bangsa. Ia juga menekankan bahwa Indonesia harus bertransformasi dari sekadar pengguna menjadi produsen aktif dalam space economy global.
Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim menyoroti pentingnya kemandirian antariksa dalam konteks strategis yang sama dengan wilayah darat, laut, dan udara. Ia menyuarakan perlunya revitalisasi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional sebagai wadah koordinasi lintas sektor untuk mencapai kemandirian antariksa.
Anggarini S., M.B.A., dari Asosiasi Antariksa Indonesia, menyoroti ketergantungan Indonesia pada negara lain dalam hal akses data, teknologi, dan peluncuran satelit. Ia menegaskan bahwa kemandirian antariksa adalah kunci ketahanan nasional dan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah terpencil, mitigasi bencana, dan perlindungan perbatasan.
Dr. Dave Laksono, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, mengakui bahwa penguasaan antariksa adalah indikator kekuatan geopolitik dan ekonomi global. Ia menyatakan perlunya tata kelola antariksa yang berdaulat melalui RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional (PRUN).
Yusuf Suryanto dari Kementerian PPN/Bappenas menekankan bahwa kemandirian antariksa membutuhkan kerangka pembiayaan yang kuat, kelembagaan yang adaptif, dan strategi lintas sektor yang konsisten. Investasi antariksa Indonesia harus segera diperkuat meskipun masih tertinggal dalam hal ini.
Dalam rangkaian diskusi, kritik juga muncul dari peserta. Mahasiswa Unhan menyoroti kurangnya dukungan politik terhadap sektor antariksa. Namun, semangat positif datang dari Arif Nurhakim dari Pusat Riset Teknologi Roket yang menunjukkan potensi keberlanjutan Badan Antariksa dalam waktu dekat.
Kesimpulan dari diskusi tersebut adalah bahwa Indonesia harus segera mengambil langkah konkret dalam menyusun strategi antariksa nasional yang komprehensif. Tanpa aksi nyata dan komitmen yang kuat, Indonesia hanya akan menjadi penonton dalam global space economy. Mimpi untuk menjadi pemain aktif dalam dunia antariksa harus diwujudkan dengan tindakan nyata.
Sumber: Mendorong Kemandirian Antariksa: Urgensi RUU Pengelolaan Ruang Udara Nasional Di Tengah Persaingan Global
Sumber: Indonesia Di Persimpangan Orbit: Mendesak Strategi Antariksa Nasional Di Tengah Rivalitas Global