Pernikahan lavender, atau lavender marriage, adalah sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan wanita di mana salah satu pihak adalah heteroseksual dan yang lainnya adalah homoseksual atau lesbian. Biasanya, pernikahan ini dilakukan untuk menyembunyikan orientasi seksual yang sebenarnya. Lavender marriage seringkali dipraktikkan oleh public figure yang ingin menjaga karier mereka dan beradaptasi dengan norma-norma masyarakat, bukan karena cinta tetapi karena kebutuhan.
Secara historis, lavender marriage digunakan sebagai kedok bagi individu yang perlu menyembunyikan orientasi seksual mereka karena tekanan sosial. Istilah “lavender” sendiri mengacu pada campuran warna yang tradisionalnya dikaitkan dengan gender.
Pasangan yang menjalin lavender marriage sering menghadapi konflik internal antara identitas yang mereka tunjukkan ke publik dan identitas sebenarnya. Hal ini dapat menyebabkan tekanan emosional, seperti kecemasan, depresi, dan krisis identitas.
Tantangan lain dari lavender marriage adalah kehadiran anak-anak dalam hubungan tersebut. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan lavender marriage bisa menghadapi kesulitan dalam memahami dinamika keluarga mereka dan juga menghadapi stigma dari masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan, tekanan emosional, dan pertanyaan tentang identitas dan hubungan di dalam keluarga.
Dengan demikian, lavender marriage adalah sebuah fenomena yang menyiratkan ketegangan emosional dan konflik identitas dalam hubungan pernikahan antara individu heteroseksual dan homoseksual.
