Mia Audina, Atlet Bulu Tangkis yang Pernah Mewakili Dua Negara
Di dunia olahraga, perjalanan Mia Audina menjadi cerita menarik dan cukup langka. Sejarah mencatat Mia merupakan atlet bulu tangkis yang pernah mewakili dua negara pada waktu berbeda. Awalnya membela Indonesia, tapi beralih mewakili Belanda. Di bawah perbedaan kenegaraan, Mia sukses menorehkan medali Olimpiade bagi Indonesia dan Belanda.
Sejak kecil, Mia sudah akrab dengan bulu tangkis. Di usia 5 tahun dia sudah masuk klub bulu tangkis kakanya. Dari situlah, dia selalu turun naik podium untuk membawa pulang piala dari berbagai level, dari lokal hingga internasional.
Puncak karier Mia sebagai atlet nasional terjadi pada 1994 atau saat memasuki usia 15 tahun. Kala itu, dia diturunkan mewakili Indonesia bersama para senior dalam ajang bergengsi, Uber Cup 1994. Tak disangka, perhelatan itu semakin menunjukkan taji Mia di bulu tangkis.
Dia sukses memperdayai pemain China, Zang Ning, setelah melewati pertandingan sengit 3 set dengan skor 3-2. Kemenangan Mia diperoleh berkat kecerdasannya memukul kok yang bisa berubah arah sehingga menyulitkan lawan.
Pada titik ini, kesuksesan Mia di Uber Cup 1994 jelas menjadi secercah harapan bagi masa depan bulu tangkis Indonesia. Dia digadang-gadang menjadi penerus Susi Susanti. Harapan besar kepada Mia juga sejalan dengan prestasinya. Setelah kemenangan besar pertamanya, nama perempuan kelahiran 22 Agustus 1979 ini makin meroket. Berbagai kejuaraan internasional sukses diraihnya. Begitu pula menjuarai Uber Cup 1995.
Di perhelatan Olimpiade Atlanta 1996, Mia terpilih jadi kontingen Indonesia di kategori tunggal putri. Dia bertanding bersama kawannya, Susi Susanti. Kali ini, Mia membawa pulang medali perak Olimpiade mengalahkan Susi yang “hanya” mendapat medali perunggu. Perolehan ini membuatnya mendapat ranking 1 pemain putri bulu tangkis dunia.
Akan tetapi, di tengah kemercelangan karier, terjadi perubahan pada diri Mia. Sejak dekat dengan penyanyi Tylio Lobman, yang kemudian menikah di Belanda, Mia dikabarkan jarang latihan dan sering melanggar aturan. PBSI cukup geram karena menganggap Mia tak lagi serius.
Mia dikabarkan ingin tetap membela Indonesia, tapi dengan berlatih di Belanda. PBSI tak setuju. Alhasil, dia keluar dari Pelatnas PBSI dan tak lagi membela Indonesia. Meski begitu, hasratnya untuk bermain bulu tangkis masih ada.
Menurut pewartaan Detik.com (11 April 2004), kedatangan Mia ke Belanda disambut oleh banyak orang. Belanda dianggap beruntung mendapat mantan atlet Indonesia itu.
Di bawah bendera Belanda perempuan asal Jakarta itu tak ubahnya kala dia membela Indonesia: sukses berprestasi. Dia tercatat memenangi berbagai kejuaraan dunia. Salah satunya, Olimpiade Athena 2004.
Di pesta olahraga terbesar itu, Mia mengulangi kesuksesan yang sama: meraih medali perak. Bedanya, dulu membela Indonesia kini beralih jadi Belanda. Perolehan medali perak tentu saja usai mengalahkan berbagai atlet dari negara lain, termasuk Indonesia. Tak heran, kesuksesan Mia kala itu sangat dielu-elukan di Belanda.
Di sisi lain, prestasi Indonesia di bulu tangkis kategori tunggal putri semakin merosot. Usai ditinggal Mia, belum ada lagi pebulutangkis yang meraih medali kategori tunggal putri di perhelatan Olimpiade.
Pada 2006, atau saat usia 27 tahun, Mia Audina resmi gantung raket. Kendati sudah berganti paspor, Mia tercatat pernah memberi dukungan ke tim Indonesia yang bertanding dalam Thomas dan Uber Cup 2014.