Penolakan terhadap wacana penetapan Hari Keris Nasional pada 19 April 2025 semakin lantang disuarakan oleh komunitas pelestari budaya. Dalam sebuah pertemuan budaya, paguyuban pelestari tosan aji di bawah naungan Senapati Nusantara dengan tegas menyuarakan desakan agar pemerintah menetapkan 25 November sebagai Hari Keris Nasional yang benar, merujuk pada tanggal pengakuan keris Indonesia oleh UNESCO tahun 2005. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Aris Pranoto, Ketua Panji Grobogan Bhumi Pêpali, di hadapan publik dan komunitas budaya di Kabupaten Grobogan.
Desakan ini mendapat dukungan penuh dari organisasi induk, Senapati Nusantara, yang menaungi puluhan paguyuban keris di seluruh Nusantara. Ketua Pengurus Harian Senapati Nusantara, M.M. Hidayat, hadir langsung dan menegaskan posisi organisasi dalam mendukung sikap Panji Grobogan. Ia menekankan bahwa tanggal 25 November dipilih karena bersumber dari sejarah yang diakui secara internasional dan bukan berdasarkan keputusan internal lembaga.
Penolakan ini juga merupakan respons terhadap rencana pencanangan Hari Keris Nasional pada 19 April 2025 oleh organisasi keris lain yang bertepatan dengan hari lahir organisasi tersebut. Komunitas menilai cara pendekatan tersebut tidak memiliki akar pada sejarah dan dapat mengurangi makna budaya menjadi sebuah selebrasi yang tidak sesuai. Kajian akademik yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Senapati Nusantara pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 98,3% komunitas pelestari keris mendukung 25 November sebagai Hari Keris Nasional karena mengandung nilai historis, kultural, yuridis, dan simbolik yang utuh.
Pertunjukan “Kridhaning Dhuwung” yang menampilkan berbagai keris dari berbagai daerah dan ruang edukasi budaya, menjadi wujud dari upaya pelestarian yang tidak hanya seremonial, tetapi juga gerakan sosial yang menghormati akar sejarah dan tradisi. Senapati Nusantara menegaskan bahwa Keris bukan hanya benda mati, tetapi memiliki ruh, sejarah, dan martabat. Oleh karena itu, Hari Keris Nasional harus merayakan kehormatan dan bukan sekadar pemujaan simbolis semata.