24.8 C
Jakarta
Saturday, July 6, 2024

National Strategic Challenge: Shifting from a Jakarta-Centric Economy

Menurut Prabowo Subianto dalam bukunya yang berjudul “Transformasi Strategis Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045,” ada indikator lain dari kesenjangan ekonomi di Indonesia, yaitu distribusi geografis aktivitas ekonomi atau peredaran uang di dalam negeri.

Pada tahun 2020, GDP Indonesia mencapai 1,058 triliun dolar AS, atau sekitar 15.300 triliun Rupiah dengan kurs 14.500 Rupiah per dolar AS.

Tercatat sekitar 70% dari aktivitas ekonomi ini, yang mencapai 15.300 triliun Rupiah, terpusat di Jakarta. Sisanya tersebar di kota-kota besar lain seperti Surabaya, Medan, dan Semarang, dengan jumlah yang sangat minim di desa-desa di seluruh Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Prabowo juga menyoroti laporan dari Indonesia Deposit Insurance Corporation (IDIC) mengenai simpanan di bank di seluruh Indonesia. Pada September 2023, total simpanan mencapai 8.205 triliun Rupiah.

Menariknya, 52% dari simpanan tersebut berada di cabang bank di Jakarta, meskipun penduduk Jakarta hanya menyumbang 3,9% dari total penduduk Indonesia. Rata-rata simpanan per akun di Jakarta jauh lebih tinggi, mencapai 402 juta Rupiah, dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 29 juta Rupiah per akun.

Konsentrasi ekonomi di Jakarta dan Pulau Jawa ini berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat Indonesia. Infrastruktur seperti jalan, kereta api, dan pasokan listrik relatif kurang memadai di daerah pedesaan dan di luar Jawa.

Sebagai contoh, di kampung halamanku di Sulawesi Utara, masih sering terjadi pemadaman listrik selama 6-12 jam pada tahun 2019.

Masalah yang mendesak dan perlu tindakan segera adalah gizi. Di NTT, dua dari tiga anak mengalami stunting akibat kekurangan gizi—suatu eufemisme untuk kelaparan.

Di Jakarta, tingkat kekurangan gizi memengaruhi satu dari setiap tiga anak—suatu kontras jelas dengan gedung pencakar langit dan hotel-hotel mewah yang menghiasi skyline kota.

Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa satu dari tiga orang Indonesia tidak memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Anak-anak yang kekurangan gizi menghadapi tantangan besar di sekolah dan kemungkinan besar sulit mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang banyak saat dewasa, yang akan memperpanjang siklus kemiskinan.

Source link

berita terkait

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Berita Terbaru