Saldi Isra membahas tentang peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani sengketa Pilpres dari tahun 2004 hingga 2019. MK tidak hanya memeriksa angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, tetapi juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan pemilu dan penetapan suara sah hasil pemilu berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.
Namun, Saldi Isra menekankan bahwa meskipun MK memiliki kewenangan konstitusional untuk memutus perselisihan terkait hasil pemilihan umum, namun tidak sepantasnya MK menjadi satu-satunya lembaga yang menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan pemilu. Tugas dan tanggung jawab Bawaslu dan Gakkumdu juga harus dijalankan secara optimal untuk memastikan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas. DPR juga tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dalam menjalankan fungsi pengawasan dan hak konstitusional yang dimilikinya, seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat untuk memastikan semua tahapan pemilu berjalan sesuai dengan ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Sebagai penutup, Saldi Isra menegaskan bahwa Mahkamah hanya memiliki waktu yang terbatas, yaitu 14 hari kerja, untuk memutus perselisihan terkait hasil pemilihan umum, sehingga peran lembaga lain dalam pengawasan dan pelaksanaan tahapan pemilu sangatlah penting untuk memastikan integritas dan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.