Di Desa Balongdowo, Sidoarjo, terdapat sebuah tradisi yang unik dan jarang terdengar di telinga masyarakat, yaitu tradisi Nyadran atau Ruwahan. Pada perayaan Nyadran di desa ini, warga yang mayoritas bekerja sebagai nelayan kupang, menggelar pesta peragaan cara mengambil kupang di tengah laut selat Madura.
Perayaan Nyadran di Desa Balongdowo dimulai pada dini hari sekitar pukul 1 pagi. Masyarakat berkumpul untuk mengelilingi desa dan memulai perjalanan sejauh 12 Km menuju Dusun Kepetingan, Desa Sawohan. Perjalanan menarik ini melintasi sungai desa Balongdowo, Klurak Kali Pecabean, Kedung Peluk, hingga Kepetingan (Sawohan).
Di tengah perjalanan, saat iring-iringan perahu mencapai muara kali desa Pecabean, anak balita yang ada di perahu membuang seekor ayam sebagai upaya untuk menghindari kesurupan pada anak kecil yang ikut dalam Nyadran. Legenda menyebutkan bahwa tindakan ini dilakukan setelah ada kejadian kesurupan pada seorang anak kecil dalam acara Nyadran sebelumnya.
Setelah melakukan perjalanan ke Dusun Kepetingan, Desa Sawohan, peserta Nyadran menuju makam Dewi Sekardadu untuk mengadakan makan bersama. Mereka juga berziarah, bersedekah, dan berdoa di makam tersebut sebagai upaya untuk mendapatkan berkah.
Dewi Sekardadu diyakini sebagai putri dari Raja Blambangan bernama Minak Sembuyu. Saat meninggal, ia dikelilingi oleh ikan kepiting, yang menginspirasi nama dusun Kepetingan. Selanjutnya, perahu-perahu meluncur ke selat Madura untuk mengambil kupang sekitar pukul 07.00 WIB.
Perjalanan pulang dihiasi dengan sambutan meriah dari warga yang berjejer di tepi sungai, sambil berharap mendapatkan berkah dan makanan dari peserta Nyadran. Tradisi Nyadran di Desa Balongdowo tidak hanya mempererat hubungan sosial, tetapi juga memperlihatkan kekayaan budaya dan spiritualitas yang diwariskan dari generasi ke generasi.