Global Gender Gap Report 2025 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang berhasil mencapai posisi senior di seluruh dunia mengalami penurunan. Dari laporan yang mencakup 148 negara, data menunjukkan bahwa perempuan menyusun 41,2% dari total angkatan kerja global, tetapi hanya 28,8% yang berhasil mencapai posisi eksekutif atau manajemen tingkat atas. Angka ini menunjukkan perlambatan dari tren kenaikan sejak 2015, yang hanya naik tipis dari 25,7% ke 28,1% dalam kurun hampir satu dekade.
WEF dalam laporannya menyebutkan bahwa di banyak sektor, kenaikan di level puncak tidak diimbangi dengan promosi dari level menengah, yang dapat mengganggu kesinambungan talenta dalam jangka panjang. Saat ini, jalur karier non-linear menjadi semakin umum, terutama di kalangan perempuan, seiring dengan pengalaman lintas industri yang semakin meningkat. Meskipun keseluruhan indeks kesenjangan gender global membaik dan kini berada di angka 68,8%, yang mengalami peningkatan paling signifikan sejak pandemi COVID-19, kesetaraan penuh baru bisa tercapai dalam waktu 123 tahun mendatang dengan kecepatan saat ini.
Negara Islandia mempertahankan posisinya sebagai negara paling setara gender selama 16 tahun berturut-turut dengan 92,6% kesenjangan gender telah ditutup. Sementara Finlandia, Norwegia, Inggris, dan Selandia Baru menempati lima besar negara paling progresif dalam hal kesetaraan gender.
Managing Director di WEF, Saadia Zahidi, menyatakan bahwa negara-negara yang berhasil mempersempit kesenjangan gender sedang mempersiapkan fondasi ekonomi yang lebih tangguh dan inovatif. Data dari LinkedIn juga menunjukkan bahwa mengecualikan perempuan dari posisi kepemimpinan akan berdampak negatif pada ekonomi, terutama di era transformasi digital dan kecerdasan buatan (AI), di mana keterampilan baru dari para pemimpin bisnis sangat diperlukan.
LinkedIn mencatat bahwa perempuan 20% lebih mungkin memiliki jalur karier yang bervariasi dan mengembangkan keterampilan beragam yang memungkinkan mereka untuk memimpin di tengah ekonomi berbasis AI. Global Head of Public Policy di LinkedIn, Sue Duke, menyatakan bahwa perempuan harus diberdayakan untuk memanfaatkan keterampilan dan keahlian yang telah mereka bangun lewat karier fleksibel. Dalam menghadapi perubahan ekonomi global yang dipicu oleh kecerdasan buatan, perempuan perlu diberikan dukungan untuk memanfaatkan potensi mereka secara maksimal.