Tanaman kamper atau kapur barus (kafur) telah menjadi primadona di Indonesia dan menduduki posisi penting dalam berbagai kebudayaan. Di dalam ajaran Islam, kamper disebut dalam kitab suci Al-Quran yang menjanjikan orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas bercampur air kafur. Di Mesir Kuno, kamper digunakan untuk mengawetkan jenazah para Firaun dengan cara menjadikan mumi yang bertahan ribuan tahun. Meskipun posisi kamper sangat penting dalam sejarah, namun untuk mendapatkannya merupakan tugas yang sulit karena merupakan tanaman langka. Kamper yang sebelumnya setara dengan emas dan barang berharga lainnya, pada masa lampau merupakan tanaman asli Indonesia yang mudah ditemukan oleh setiap orang.
Kamper atau kapur barus yang disebutkan bukanlah pewangi berbentuk kecil yang biasa kita kenal saat ini. Kamper zaman dulu berasal dari pohon kamper bernama Latin Dryobalanops aromatica yang wangi. Sejak abad ke-4 Masehi, kamper sudah diperdagangkan di banyak wilayah di dunia dengan lokasi penghasil kamper yang bernama Fansur. Perkiraan lokasi penghasil kamper ini ditegaskan oleh peneliti Prancis Nouha Stephan dan arkeolog Edward Mc. Kinnon yang meyakini lokasi Fansur berada di Pulau Sumatera, khususnya Aceh. Lalu, Claude Guillot menunjukkan bahwa kamper berasal dari tiga kawasan tanaman asli Indonesia yang harus diperhatikan, yaitu Sumatera, Semenanjung Melayu, dan Borneo (Kalimantan), dengan wilayah Barus di Sumatera yang memiliki peran penting dalam perdagangan global kamper.
Barus, kota pelabuhan kuno ini, sudah mencatat sejarah dalam perdagangan global sejak abad ke-1 Masehi. Pedagang Arab biasanya menjelajahi daerah ini untuk memperdagangkan kamper dan membawa Islam ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi. Sejarah perdagangan kamper membuktikan bahwa Barus sudah menjadi daerah yang penting dalam perdagangan internasional. Selain berperan dalam sektor perdagangan, kamper juga memiliki peran signifikan dalam keberlangsungan agama, seperti masuknya Islam ke Indonesia.
