Gorengan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia dan permintaan minyak goreng di Indonesia sangat tinggi. Namun, sejarah gorengan awalnya bukanlah kebiasaan umum di Indonesia, tetapi mulai populer pada tahun 1990-an ketika minyak sawit menjadi tersedia dalam jumlah besar di pasaran.
Dua tokoh yang berperan besar dalam membuat masyarakat Indonesia menyukai gorengan adalah Eka Tjipta Widjaja dan Sudono Salim. Budaya menggoreng sudah dikenal sejak abad ke-16 di Indonesia, namun menjadi populer berkat munculnya minyak kelapa sebagai bahan baku pada abad ke-19 dan mentega yang diperkenalkan oleh bangsa Eropa, terutama Belanda.
Industri minyak goreng mulai populer di Indonesia ketika Presiden Soeharto memperbolehkan pihak swasta merintis industri sawit untuk mempopulerkan minyak goreng yang terjangkau. Eka Tjipta Widjaja dengan merek Bimoli dan Sudono Salim dengan merek Bimoli dan tepung terigu merek Bogasari, menjadi pemain besar dalam industri minyak goreng pada tahun 1970-an.
Minyak goreng dan tepung terigu menjadi kunci dalam pembuatan gorengan, yang kemudian menjadi bisnis penting di Indonesia. Dukungan penguasa yang kuat membuat bisnis Salim dan Eka Tjipta mendominasi pasar minyak goreng, dengan Bimoli pernah menguasai 75% pasar pada era Orde Baru.
Sejak 1990-an, masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan meninggalkan gorengan sebagai bagian dari menu makanan harian mereka. Dari pagi, siang, hingga malam, gorengan selalu menjadi pilihan makanan. Salim dan Eka Tjipta secara tidak langsung telah mengajari masyarakat Indonesia untuk menikmati gorengan di setiap momen kehidupan.