Pada Malam Minggu, 7 Juli 2024, masyarakat Jawa akan merayakan Malam Satu Suro sebagai penanda pergantian tahun dalam penanggalan Jawa. Lebih dari sekadar perayaan, Malam Satu Suro memiliki makna spiritual dan tradisi yang turun-temurun. Momen ini dianggap sakral karena memperingati nilai-nilai budaya Jawa yang luhur.
Malam Satu Suro jatuh pada 1 Muharram dalam kalender Islam, yang menurut Kalender Hijriah 2024 akan jatuh pada Senin, 8 Juli 2024. Tradisi ini dirayakan pada malam sebelumnya, setelah Maghrib pada hari Minggu, 7 Juli 2024.
Sejarah Malam Satu Suro dimulai dari era Sultan Agung Hanyokrokusumo yang berusaha menyatukan kalender Saka dan kalender Hijriah untuk menciptakan kalender Jawa pada tahun 1940. Tujuannya adalah untuk memperluas ajaran Islam dan menyatukan rakyat.
Malam Satu Suro merupakan awal bulan pertama dalam kalender Jawa, yaitu bulan Suro. Di beberapa daerah, perayaan ini juga dikenal sebagai “Suran.” Bagi masyarakat Jawa, momen ini bukan hanya untuk merayakan pergantian tahun, tapi juga untuk introspeksi, refleksi spiritual, dan membersihkan diri dari energi negatif.
Tradisi Malam Satu Suro bervariasi di setiap daerah di Jawa. Di Yogyakarta, terdapat kirab budaya dengan kesenian tradisional. Di Surakarta, terdapat ritual memandikan kerbau bule untuk mendapatkan berkah. Sedangkan di Banyuwangi, tradisi “Larung Sesaji” dilakukan sebagai penghormatan kepada leluhur dan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Tidak hanya tradisi dan ritual, Malam Satu Suro juga merupakan ungkapan syukur dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Di tengah arus modernisasi, momen ini mengingatkan pentingnya menjaga nilai-nilai budaya dan keseimbangan antara manusia dan alam.
Bagi masyarakat Jawa, Malam Satu Suro adalah kesempatan untuk memperkuat persatuan, melestarikan budaya, dan merenungkan diri. Bagi wisatawan, ini adalah kesempatan untuk mengenal lebih dekat kekayaan budaya Jawa.
