Penyakit ekonomi Indonesia yang paling mendesak saat ini adalah aliran kekayaan nasional keluar dari wilayah Indonesia. Hasil ekonomi Indonesia yang besar disimpan dan dimanfaatkan di luar negeri.
Ini menjadi masalah besar karena menyebabkan seluruh bangsa Indonesia bekerja keras untuk memperkaya bangsa lain. Uang hasil keuntungan kita tidak tinggal di Indonesia, dan hal ini telah terjadi selama ratusan tahun.
Beberapa indikator ekonomi yang menunjukkan aliran kekayaan Indonesia ke luar negeri antara lain adalah neraca perdagangan negara, data simpanan di bank luar negeri yang dimiliki oleh orang Indonesia, serta jumlah simpanan di bank-bank luar negeri yang milik orang Indonesia.
Dari data neraca ekspor-impor Indonesia tahun 1997 hingga 2014, tercatat bahwa total nilai ekspor mencapai angka USD 1,9 triliun dengan surplus atau keuntungan perdagangan. Namun, angka ini bisa keliru dan mengalami kebocoran karena praktek trade misinvoicing. Jumlah kekayaan Indonesia yang diparkir di luar negeri diperkirakan mencapai Rp. 11.400 triliun, 5x lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat itu.
Dalam artikel ini, Prabowo Subianto juga menyoroti keadaan bank-bank terbesar Indonesia yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan bank-bank terbesar di negara tetangga seperti Singapura. Ada banyak uang hasil ekonomi Indonesia yang parkir di bank-bank asing di Singapura, menunjukkan bahwa kekayaan nasional tidak tinggal di Republik Indonesia.
Prabowo juga menekankan bahwa elite Indonesia tidak jujur dengan rakyat, dimana banyak uang ke luar negeri yang disebabkan oleh membeli barang-barang produksi luar negeri yang sebenarnya bisa diproduksi oleh warga Indonesia sendiri. Ia juga menyayangkan bahwa Indonesia terus menerima aliran kekayaan nasional yang keluar negeri tanpa upaya keras untuk mengembalikannya ke dalam negeri.
Kesimpulannya, aliran kekayaan Indonesia ke luar negeri telah menyebabkan permasalahan sistemik yang perlu segera ditangani. Tanpa tindakan yang tepat, Prabowo mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan menikmati hasil pembangunan yang seharusnya mereka dapatkan.