Agensi hotel online asal Belanda, Booking.com, diprotes oleh sekelompok aktivis karena dicurigai terlibat dengan Israel yang sedang melakukan agresi militer di Gaza. Menurut Aljazeera, sejumlah kelompok aktivis hak asasi manusia (HAM) menuntut Booking.com di pengadilan karena dianggap memperoleh keuntungan dari permukiman ilegal Israel.
European Legal Support Center (ELSC), Al-Haq, SOMO, dan The Rights Forum adalah kelompok yang mengajukan kasus ini. Mereka menuduh bahwa Booking.com memiliki puluhan listing di wilayah pendudukan Palestina. Hal ini membuat perusahaan tersebut dituduh melakukan pencucian uang karena memfasilitasi penyewaan rumah liburan di tanah yang diambil dari pemukim asli Palestina.
Pembangunan 150 pemukiman oleh Israel di Tepi Barat juga disorot oleh kelompok aktivis, yang mengakibatkan penggusuran komunitas Palestina. Pemukiman-pemukiman ini dianggap ilegal dan melanggar hukum internasional, namun saat ini menguasai 40% dari Tepi Barat.
Booking.com menawarkan berbagai tempat di Yerusalem Timur dan Tepi Barat yang diduduki. Meskipun dituduh melakukan kesalahan, agensi tersebut membantah tuduhan tersebut.
ELSC menyatakan bahwa Booking.com telah merespons seruan orang Palestina yang melihat propertinya dicuri dan dijadikan rumah liburan oleh pengguna Booking.com. Mereka juga menambahkan bahwa operasi yang melanggar hukum ini mendukung sistem pendudukan-kolonialisme dan dominasi rasial yang mirip dengan apartheid.
Pada tahun 2020, Booking.com dimasukkan ke dalam daftar 100 perusahaan oleh UNHCR yang mendukung pendudukan ilegal Israel. Pada tahun 2022, Booking.com mengumumkan bahwa mereka akan melabel properti di Israel sebagai wilayah yang diduduki. Namun, setelah tekanan dari Israel, mereka mengubah label tersebut menjadi “terdampak konflik” dalam waktu kurang dari sebulan. Perusahaan juga memberikan peringatan terhadap rumah-rumah Palestina yang tidak ilegal.