Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 telah membuka babak baru dalam demokrasi elektoral Indonesia. Pemilu nasional yang mencakup pemilihan presiden, DPR, dan DPD akan tetap dilangsungkan serentak pada tahun 2029. Namun, pemilihan kepala daerah (pilkada) dan anggota DPRD akan digeser antara dua tahun hingga 2,5 tahun, sehingga diadakan pada tahun 2031. Skema pemilu serentak yang diterapkan sejak tahun 2019 tidak akan berlaku lagi pada Pemilu 2029.
Menurut Bambang Soesatyo, baik DPR, pemerintah, maupun partai politik tidak dapat menolak putusan MK tersebut karena bersifat final dan mengikat. Dia mengemukakan bahwa lembaga negara seperti MPR, DPR, dan pemerintah dapat mengambil dua langkah untuk menindaklanjuti putusan tersebut. Pertama, MPR dapat melakukan amandemen terbatas terhadap UUD NRI 1945 untuk menciptakan payung hukum konstitusional yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. Kedua, merevisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada guna mengatur kembali jadwal pemungutan suara, masa jabatan anggota DPRD, dan masa transisi antara berakhirnya masa jabatan DPRD dan kepala daerah hasil Pilkada 2024 bersamaan dengan Pilkada selanjutnya pada 2031.
Dengan langkah-langkah tersebut, Bambang Soesatyo yakin bahwa pemilu di Indonesia akan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Putusan MK merupakan tanggapan terhadap uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” dalam UU Pemilu. MK mengabulkan gugatan tersebut dengan menegaskan bahwa frasa “serentak” tidak harus diartikan sebagai keharusan seluruh pemilihan dilakukan pada hari yang sama, dengan menekankan pentingnya efisiensi dan rasionalitas dalam penyelenggaraan pemilu.