Para pecinta musik sedang menikmati album ke-11 dari Taylor Swift yang berjudul “The Tortured Poets Department”. Album ini memperlihatkan berbagai emosi seperti kemarahan, kesedihan, kerinduan, dan kebingungan dalam lagu-lagu tentang perpisahan.
Dalam salah satu lagunya, Taylor Swift mengisahkan tentang seseorang yang merasa hancur karena pasangannya yang sebelumnya telah memasangkan cincin pernikahan pada jari mereka, meninggalkan mereka.
Menurut ahli, mendengarkan musik yang mengandung emosi ‘galau’ adalah hal yang wajar dan seringkali membantu untuk mengungkapkan perasaan. Taylor Swift sendiri membagikan pemikirannya tentang album ini melalui postingan Instagram.
Seorang direksi dari Kantor Kesejahteraan Gabbe dan Program Stres, Trauma, dan Ketahanan di The Ohio State University Wexner Medical Center, Arianna Galligher, menyatakan bahwa menyampaikan cerita sedih dalam bentuk tulisan adalah cara untuk menyucikan air mata dan membebaskan diri dari perasaan tersebut.
Galligher juga menekankan pentingnya untuk mengakui dan mengeksplorasi emosi-emosi yang menyakitkan, serta merasa bahwa hal tersebut normal dan ada orang lain yang juga mengalami hal serupa. Proses ini dapat membawa pada penerimaan yang lebih besar terhadap pengalaman tersebut.
Taylor Swift juga dikenal karena menggabungkan tema kesedihan dan kehilangan dalam lagunya dengan tema pemberdayaan. Dalam lagu “Fresh Out the Slammer” dari album terbarunya, Swift menggambarkan perubahan dari masa yang penuh kesedihan menjadi belajar, bebas, dan siap menghadapi masa depan.
Galligher menilai bahwa keseimbangan yang ditunjukkan oleh Taylor Swift dalam lagu-lagunya memberikan model yang sehat dalam mengekspresikan emosi. Itu adalah contoh eksplorasi yang sehat dan keseimbangan dalam sebuah karya musik.
Jadi, menikmati lagu-lagu Taylor Swift dalam album “The Tortured Poets Department” bukan hanya tentang merasakan sedih dan kehilangan, tetapi juga tentang menemukan kekuatan dan penerimaan melalui proses yang menghadapi emosi-emosi yang sulit.