Beberapa personel Polres Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, mengalami perjalanan yang sulit saat mengawal dan mengantar logistik Pemilu 2024 untuk dua TPS terpencil di Dusun Ansibong, Desa Pebounang, Kecamatan Palasa. Mereka harus berjalan kaki selama dua hari satu malam melalui jalan setapak yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua serta menyeberangi sungai yang berarus deras untuk sampai ke TPS 9 dan TPS 10 di Ansibong. Mayoritas penduduk dusun tersebut berasal dari etnis Lauje, salah satu suku terasing di Sulteng.
Perjalanan mereka dimulai dalam cuaca kurang bersahabat dengan hujan lebat yang mengawali langkah mereka menembus hutan adat dengan rute jalan setapak yang licin. Perjalanan hari pertama ditempuh selama 12 jam berjalan kaki menaklukkan tanjakan terjal dan licin. Setelah menginap di hutan selama satu malam, keesokan harinya dilanjutkan selama 14 jam dengan berjalan kaki agar sampai ke lokasi tujuan.
Perjuangan serupa juga dilakukan oleh aparat TNI dan Polri yang mengawal distribusi logistik Pemilu 2024 menuju TPS di empat desa Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku. Mereka harus berjalan kaki masuk-keluar hutan menapaki bukit sambil membawa logistik pemilu sejauh sekitar 20 kilometer.
Di tempat lain, personel Polres Pulau Buru dan aparat Kodim 156 Namlea juga mengalami perjalanan yang sulit saat mengawal logistik pemilu menuju TPS 1 di Desa Nafrua, Kecamatan Lolong Guba. Mereka harus berjalan kaki menempuh 19 jam agar tiba di lokasi.
Selain itu, penyaluran logistik pemilu kepada 23 distrik di Kabupaten Asmat, Papua Selatan, juga mengandalkan jalur laut. Jika cuaca buruk, pendistribusian logistik bisa terkendala hingga beberapa hari.
Melihat dari perjuangan para penyelenggara pesta demokrasi di wilayah-wilayah sulit, suksesnya Pemilu 2024 tentu tak dapat dilepaskan dari perjuangan mereka, para pejuang demokrasi.
